Gunung gede menjadi salah satu gunung api terbesar di Jawa Barat, gunung ini terletak diantara tiga Kabupaten yakni Sukabumi, Bogor dan Cianjur.
Gunung Gede sudah tidak asing bagi para pecinta dunia pendakian. Gunung Gede bersebelahan dengan Gunung Pangrango sehingga kedua gunung ini sering disebut Gunung Gede-Pangrango.
Gunung dengan tinggi 2958 mdpl ini masih aktif hingga saat ini namun belum ada aktivitas vulkanik yang signifikan.
Namun, Gunung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) ini pernah mengalami beberapa letusan besar di masa lalu.
Baca Juga: PASIR DATAR DESA INDAH DI KAKI GUNUNG GEDE PANGRANGO
Sejarah Letusan Gunung Gede
Menurut laman gedepangrango.org, letusan Gunung Gede pertama kali terjadi pada tahun 1747-1748 dimana letusan tersebut menjadi Gunung Gede yang sangat besar hingga menyebabkan dua aliran lava bergerak dari kawah Lanang.
Diperkirakan aliran lava yang terjadi mencapai panjang hingga dua kilometer. Aliran lava ini diyakini menjadi penyebab terbentuknya sumber air panas yang ada saat ini.
Selain letusan besar pertama itu, Gunung Gede juga tercatat beberapa kali mengalami letusan kecil seperti pada tahun 1761, 1780 dan 1832.
Dan letusan besar berikutnya terjadi pada 12 November 1840 atau lebih dari 90 tahun dari letusan besar pertama dimana letusan besar kedua ini juga tercata menjadi salah satu letusan terbesar. Saat itu Gunung Gede tiba-tiba menyemburkan api setinggi 50 meter di atas kawah.
Kemudian pada 14 November 1840 atau dua hari setelah awal letusan ditahun itu, batu-batu besar disemburkan ke udara.
Dari banyaknya batu yang terlempar itu, ada sebuah batu berukuran sangat besar terlempar dan mendarat di daerah Cibeureum hingga menyebabkan terbentuknya kawah sedalam empat meter.
Baca Juga: Camping Seru di Pinggir Danau Situ Gunung Sukabumi
Lalu pada 1 Desember ditahun yang sama, letusan Gunung Gede kembali terjadi yang disertai hujan abu vulkanik. Kala itu kawah menyemburkan abu hingga mencapai ketinggian 200 meter diatas puncak Gede.
Dan pada tanggal 11 Desember 1840 letusan sangat besar kembali terjadi dengan letusan sangat intens yang disertai dengan hujan abu hingga menutupi cahaya matahari. Aktivitas letusan tersebut baru berhenti pada bulan Maret 1841.
Saat itu seorang peneliti bernama Hasskarl sempat mengamati dan melihat dari dekat dampak kerusakan dari letusan yang terjadi tahun 1840 itu.
Ia menggambarkan jika pohon-pohon di hutan terutama tumbuhan di bagian puncak hancur serta sebagian lainnya terbakar.
Pohon-pohon itu umumnya hancur akibat guncangan vulkanik yang sangat hebat efek dari letusan dahsyat yang terjadi.
Sejak saat itu, belum ada lagi letusan besar yang terjadi di Gunung Gede. Namun, letusan-letusan kecil sebanyak 24 kali terjadi dalam kurun waktu 150 tahun dan umumnya terjadi secara tidak teratur.
Contohnya seperti letusan yang terjadi tahun 1852 yang mengakibatkan hancurnya penginapan di Kandang Badak akibat terjangan batu besar yang meluncur dari atas.
Lalu tahun 1886 terjadi letusan yang disertai oleh hujan abu, saat itu abu vulkanik dari kawah menyembur hingga sejauh 500 meter dan menghancurkan hampir seluruh vegetasi di dekat puncak Gunung Gede.
Kemudian tahun antara 1940-1950 beberapa kali terjadi letusan kecil, dan tahun 1957 tercatat merupakan letusan Gunung Gede yang terakhir.
Namun, perlu diingat jika ini bukan merupakan hal yang melegakan, pasalnya semakin lama sebuah gunung api tidak aktif (tertidur), maka bila terjadi letusan lagi dipercaya akan menjadi letusan yang sangat besar.