Ketika Kenangan Menjadi Satu-satunya Kenyataan

Ruang cerita Udin: Ketika Kenangan Menjadi Satu-satunya Kenyataan
Ruang cerita Udin: Ketika Kenangan Menjadi Satu-satunya Kenyataan

SAPABENTALA.com – Di bawah kilauan lampu kota yang bagaikan kunang-kunang raksasa yang tersesat, aku melangkah dengan bayangmu yang menari-nari di dalam kepala. Tanpa aku sadari, ingatanku melayang ke malam itu, di tepi danau yang luasnya bagaikan lautan Mediterania. Angin berbisik mesra, rembulan malu-malu mengintip percakapan kita yang diwarnai keheningan canggung.

Malam itu, di hadapanmu, aku bagaikan wayang tanpa dalang, kaku dan tak berdaya. Kata-kata indah yang biasanya mengalir bagaikan air terjun, kini tersangkut di tenggorokan bagaikan serpihan kerupuk yang tak kunjung ditelan. Aku bagaikan badut tanpa kelucuan, berusaha menghiburmu dengan candaan garing, namun kau tetap membalasnya dengan tawa bagaikan alunan simfoni terindah yang membuat aku jatuh cinta.

Senyum dan tawamu di malam itu masih membekas jelas di relung hatiku, bagaikan lukisan abadi yang tak lekang oleh waktu. Dan kini, di bawah lampu kota yang kian meredup, aku terus melangkah, ditemani bayanganmu dan kenangan indah bersamamu. Setiap langkahku bagaikan syair cinta yang tak terucap, melodi rindu yang mengalun tanpa henti, menggema di ruang kosong jiwaku.

Ah, entah kapan lagi kita akan bertemu? Mungkinkah di bawah sinar rembulan yang sama, di tepi danau yang sama, dengan angin yang sama sepoi-sepoi? Ataukah di alam mimpi yang tak terjamah realita? Hanya semesta yang tau jawabannya.

Yang pasti, aku akan tetap di sini, dengan segenap rasa yang masih terikat padamu. Membiarkan semua berjalan seperti seharusnya, bagaikan roda kehidupan yang terus berputar. Dan aku akan terus menanti, meski harus menunggu seribu tahun lamanya.

Baca Juga: Kelak, Jika Kita Bertemu Lagi

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *