Kopi, Senja, dan Minyak Kayu Putih

Ruang Cerita: Kopi, Senja, dan Minyak Kayu Putih
Ruang Cerita: Kopi, Senja, dan Minyak Kayu Putih

SAPABENTALA.com – Ratusan hari telah berlalu sejak aku mengenalmu, Kala. Meski waktu yang tak sebentar, namun masih banyak hal yang belum aku ketahui tentangmu. Yang aku tahu, kamu adalah sosok yang sederhana yang selalu menikmati secangkir kopi hangat di sore hari sambil memandangi semburat jingga senja. Kamu juga merupakan pekerja keras yang pantang menyerah, selalu mencurahkan dedikasi penuh dalam setiap tugasmu. Sifat-sifatmu ini membuatku terkagum-kagum.

Masih teringatkah kau, Kala? Saat kau sering mengadu tentang tumpukan pekerjaan yang menggunung dan terdengar ruwet bagaikan kabel kusut di tepi jalan? Maafkan aku Kala, saat itu aku tak banyak bicara, tak pula menyemangati dengan kalimat motivasi seperti Merry Riana. Aku hanya diam mendengarkan, berusaha menjadi pendengar yang baik, berharap itu cukup meringankan bebanmu. Karena aku tahu kau Dewi Drupadi versi modern, tangguh dan kuat.

Saat senja menyapa, langit berubah menjadi jingga yang memesona. Itulah momen favoritmu, memandangi langit senja. Mungkin kau menjadikannya sebagai ruang kontemplasi, merenungkan arti hidup, memutar balut mimpi dan harapan, serta mencari solusi dari segala permasalahan.

Di antara hiruk pikuk kehidupan, secangkir kopi selalu menemanimu. Rasanya, kopi telah menjadi ritualmu, sahabat setia dalam menjalani hari. Aku penasaran, apa makna kopi bagimu? Apakah pahitnya kopi merepresentasikan pahitnya hidup yang harus ditelan? Ataukah aromanya yang semerbak melambangkan semangat yang tak kunjung padam? Ah, aku belum sempat menanyakan hal itu padamu Kala.

Sesalnya, kita belum sempat menikmati senja bersama, berbagi cerita di bawah langit jingga, atau menyesap kopi pahit sambil berbincang tentang suka duka kehidupan. Satu hal yang selalu kuingat selain kopi dan senja, ada satu lagi benda yang selalu menemanimu “minyak kayu putih”. Ia bagai pengawal setia, selalu hadir di sisimu, dalam keadaan apapun.

Walaupun raga tak selalu berdampingan, doa selalu kupanjatkan untukmu. Semoga kebaikan selalu melimpahimu. Hadapilah setiap keluh dunia dengan senyuman dan tawa, seperti yang selalu kau tunjukkan. Semangatmu bagaikan mentari pagi, selalu membawa kehangatan dan harapan baru.

Baca Juga: Antrian Sembako, Cinta, dan Pesona Kala

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *